Tuesday, March 28, 2017

URGENSI UU NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN



Saat ini Paten di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten1 (untuk selanjutnya disingkat dengan UU Paten), dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Paten adalah “hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor2 atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain  untuk melaksanakannya.” Berkenaan dengan hak paten yang menjadi objek pengaturan adalah Invensi. Menurut Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Paten diberikan untuk Invensi yang baru mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri. Suatu Invensi dikatakan mengandung langkah Inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. Penilaian bahwa suatu Invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas.

Wednesday, October 26, 2016

HAK CIPTA SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA


  Diperbolehkannya obyek hak cipta dijadikan jaminan fidusia yaitu diatur oleh Pasal 16 Undang-undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, dinyatakan secara tegas bahwa obyek hak cipta dapat dijadikan obyek jaminan fidusia.
    Pengaturan mengenai obyek hak cipta sebagai obyek jaminan fidusia pengaturannya masih belum menyeluruh, diantaranya belum terdapatnya standarisasi atau ketentuan bagi pihak perbankan untuk memilih ciptaan yang seperti apa yang layak atau bisa dijadikan obyek fidusia, sehingga memberikan ketidakjelasan bagi pihak perbankan dan apabila dibiarkan terlalu lama dan berlarut-larut kemungkinan dapat menimbulkan risiko yang besar bagi pihak perbankan.
Pihak perbankan di Indonesia belum sepenuhnya mempraktikan hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta sebagai jaminan kredit dengan cara fidusia karena terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan tersebut berkenaan dengan nillai, pasar, kepemilikan, dan kewenangan pengajuan hak cipta sebagai objek jaminan. Hambatan-hambatan tersebut timbul akibat adanya permasalahan pokok belum adanya regulasi khusus mengenai hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta sebagai objek jaminan. Keadaan tersebut menimbulkan risiko yang cukup besar bagi pihak perbankan untuk dapat menerima hak cipta sebagai suatu objek jaminan.


DOWNLOAD THIS PAPER

Sunday, October 23, 2016

HUBUNGAN HKI DENGAN HUKUM KEKAYAAN

Hak Milik Intelektual merupakan terjemahan langsung dari intellectual property rights (IPR). Selain istilah intellectual property, juga dikenal dengan istilah intangible property, creative property dan incorporeal property. Di Perancis orang menyatakannya sebagai propriete intelectuelle dan propriete industrielle. Di Belanda biasa disebut milik intelektuil dan milik perindustrian. World Intellectual Property Organization (WIPO) sebagai organisasi internasional yang mengurus bidang Hak Atas Intelektual memakai istilah intellectual property yang mempunyai pengertian luas dan mencakup antara lain karya kesusastraan, artistik maupun ilmu pengetahuan (scientific), pertunjukan oleh para artis, kaset dan penyiaran audio visual, penemuan dalam segala bidang usaha manusia, penemuan ilmiah, desain industri, merek dagang, nama usaha, dan penentuan komersial (commercial names and designation), dan perlindungan terhadap persaingan curang.
Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak milik yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra. Pemiliknya bukan terhadap barangnya, melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya, yaitu di antaranya berupa idea, menurut W.R. Cornish:
Milik intelektual melindungi pemakaian idea, dan informasi yang mempunyai nilai komersil atau nilai ekonomi
Hak atas kekayaan intelektual berhubungan erat dengan hukum benda, berbicara mengenai hak individu terhadap objek yang bendanya berwujud. Subyek hak dalam hal ini adalah orang/Badan Hukum (bukan masyarakat), dan Objek hak adalah benda yang memiliki nilai ekonomi, dalam hukum positif Indonesia obyek HKI antara lain:

DOWNLOAD THIS PAPER

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT HUKUM MODERN DI INDONESIA DEWASA INI

Dari kacamata keilmuan ilmu hukum berkenaan dengan pembelajaran filsafat hukum dan hukum, ada banyak pandangan. Ada sarjana yang berpendapat filsafat hukum dapat dipelajari dan diajarkan dengan mudah oleh siapapun tanpa harus belajar hukum, bahkan ada pula sarjana yang berpendapat bahwa filsafat hukum dapat diajarkan oleh sarjana filsafat, sebab filsafat hukum bukan bagian dari ilmu hukum, tetapi bagian dari ilmu filsafat, yaitu filsafat khusus. Soetiksno berpendapat bahwa pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab tidak seluruh sarjana filsafat mampu mengajar filsafat hukum.
Memang benar bahwa filsafat hukum adalah bagian dari filsafat, yaitu filsafat khusus, tetapi untuk mempelajari filsafat hukum secara khusus dan mengajar filsafat hukum alangkah baiknya adalah seorang sarjana hukum yang mempelajari hukum secara khusus dan mendalam, sebab objek filsafat hukum adalah hukum bukan filsafat. Objek filsafat hukum adalah hakekat hukum.
Perkembangan filsafat hukum modern tidak terlepas dari aliran atau mazhab yang berkembang. Pertama, terdapat Aliran hukum Alam, yang dimaksudkan dengan hukum alam menurut ajaran ini ialah hukum yang berlaku universal dan abadi. Menilik sumbernya, hukum alam ini ada yang bersumber dari Tuhan (irasional) dan yang bersumber dari akal (rasio) manusia.
Kedua terdapat Aliran Positivisme Hukum, aliran ini menganggap bahwa hukum dan moral merupakan dua hal yang harus dipisahkan, hukum dianggap sebagai suatu sistem logis, tetap dan bersifat tertutup (closed logical system) selanjutnya Hans Kelsen sebagai salah satu tokoh dalam aliran ini mengemukakan bahwa hukum harus bersih dari anasir-anasir sosiologis, politis dan sejarah atau yang sering dikenal dengan ajaran hukum murni (mengembalikan hukum dalam keadaan murni). Teori hukum murni adalah teori hukum positif tetapi bukan hukum positif suatu sistem hukum tertentu melainkan suatu teori hukum umum (general legal theory), sebagai suatu teori tujuan utamanya adalah pengetahuan terhadap subyeknya untuk menjawab pertanyaan apakah hukum itu dan bagaimana hukum dibuat. Bukan pertanyaan apakah hukum yang seharusnya (what the law ought to be) atau bagaimana seharusnya dibuat (ought to be made).


TEORI SEMIOTIKA ROLAND BARTHES

Lahir di Cherbourg Perancis pada tahun 1915, Roland Barthes sangat populer seiring dengan semakin seringnya analisis semiotika dipergunakan dalam berbagai disipin ilmu. Selama karir intelektualnya Barthes tidak hanya terbatas pada semiotika saja, tetapi juga telag menerapkan berbagai macam pendekatan untuk mengkaji beragam fenomena, dengan basis sastranya Barthes memberikan cara pandang baru dalam mengkaji teks sastra, dalam memposisikan pengarang pada pembaca, atau sebaliknya, dan dalam menganalisis tanda-tanda atau simbol-simbol. Barthes membedah tulisan sejarah karya Julis Michelet serta kajian psiko-biograsi Racine. Selain itu Barthes juga memberikan perhatian pada persoalan-persoalan personal dalam teks sastra, fotografi atau bahkan persoalan cinta. Pemikirannya adalah serpihan gagasan yang begitu multidimensi dan mengundang berbagai interpretasi.
Barthes memang tidak menyangkal bahwa dirinya telah banyak menghabisnkan waktu untuk melahirkan dan mengambangkan semiotika sebagai keukatan eksentrik budaya modern. Barthes tidak menjadikan semiotika sebagai sebuah ilmu baru yang menakutkan tetapi sebagaimana telah dijelaskan oleh ST Sunardi (2004:2) dengan mengutip ucapan Barthes “semiotika tidak akan menggantikan penelitian apapun di sini, tetapi sebaliknya semiotika akan menjadi semacam kursi roda, kartu As, dalam pengetahuan kontemporer sebagaimana tanda merupakan kartu As dalam wacana”. Menurutnya, semiotika mempunyai hubungan dengan science, namun semiotika itu sendiri bukan science. Ia menyebut hubungan ini sebagai hubungan ‘ancillary’ menginatkan kita akan kedudukan filsafat pada zaman skolastik sebagai ancilla theologiae, hamba teologi. Jadi dia memposisikan semiotika sebagai hamba ilmu-ilmu.

Barthes telah banyak menulis buku atau karya-karya yang berkaitan dengan studi semiotika dan sastra, misalnya ‘Le degre zaro de l’ecriture (1953) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero (1977), Michelet (1954), Mythologies (1957), yang isinya mengulas mengenai data kultural yang dikenal umum seperti balap sepeda Tour de France, reklame dalam surat kabar dan lain-lain. Critical Essay (1964) adalh buku lainnya; Elements of semiology (beberapa unsur semiologi) (1964), dan banyak lagi karya-karya lainnya.